PENEGAKAN HUKUM PIDANA ATAS KEJAHATAN KORPORASI OLEH PENGURUS BADAN USAHA MILIK NEGARA
Abstract
Peranan Korporasi mendominasi kehidupan sehari-hari, apalagi meningkatnya privatisasi. Saat ini Negara yang tidak lagi menyediakan kebutuhan, tapi korporasi, khususnya Korporasi milik negara, yakni Badan usaha Milik Negara diharapkan dapat meningkatkan kekayaan negara serta mensejahterakan rakyat Indonesia. Dengan mengunakan mekanisme Struktur Ekonomi dan politik dapat menumbuhkan kekuatan korporasi yang besar. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat menimbulkan permasalahan hukum, yakni bagaimana aplikasi penegakan hukum pidana saat ini dalam menghadapi tindak pidana korporasi yang melakukan tindak pidana serta bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana dalam menghadapi tindak pidana korporasi dimasa yang akan datang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis formil dengan menggunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan. Selanjutnya data dianalisis secara normatif kumulatif dengan jalan menafsirkan dan merekonstuksikan pernyataan yang terdapat dalam tidak pidana korporasi. Apabila kita memperhatikan dan mempelajari secara cermat dari Undang-undang Korporasi, yakni Undang-undang Perseroan, Undang-undang BUMN maka akan ditemukan ketidak konsistenannya, yakni dalam hal penetapan atau penjatuhan maksimum denda yang dikenakan terhadap korporasi juga tidak adanya keseragaman dalam menentukan kapan suatu korporasi dapat dikatakan dipertanggung jawabkan atau dituntut dan dijatuhi pidana, serta formulasi jenis pidana yang dapat dikenakan kepada korporasi yang melakukan tindak pidana.
Dengan keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 tahun 2016, tentang tata cara perkara tindak pidana oleh Korporasi Mahkamah Agung. Penanganan Perkara dengan subjek Hukum Korporasi, saat ini kembali hangat diperbincangkan. Adanya perbedaan pandangan dari setiap penegak hukum untuk memidanakan Korporasi menjadi issue, karena penegak hukum hanya berpegang kepada KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), dimana
pemidanaannya ditujukan kepada pelaku, perorangan / pengurus dari badan hukum tersebut. Hadirnya Peraturan Mahkamah Agung ini (PERMA) dinilai dapat menjadi jalan keluar untuk memidanakan korporasi, karena PERMA ini hadir sebagai pedoman bagi penegak hukum untuk menjerat korporasi yang melakukan tindak pidana serta untuk mengisi kekosongan hukum dalam penanganan perkara pidana korporasi. Pengurus Korporasi atau Legal in House counsel perusahaan, berperan dalam memetakan aktifitas bisnis agar selalu comply dengan peraturan perundang-undangan terkait Core bisnis perusahaan. Dari itu dibutuhkan pemahaman penting mengenai Tindak Pidana korporasi agar aktifitas bisnis BUMN tidak terganggu dengan masalah hukum, melainkan dapat membantu mewujudkan Good Corporate Governance dalam Perusahaan milik negara (BUMN).