MENGGAGAS AKSELERASI PERAN KPK DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI

  • Dr. Ir. Rachmat Manggala Purba, S.E., S.H., M.M. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Abstract

pencegahan dan pemberantasan
korupsi adalah dua Sisi yang berjalan secara
bersamaan dalam penanganan korupsi di
Indonesia. Pada satu sisi, pencegahan
bermakna melakukan tindakan preventif
dengan memberikan edukasi, pembelajaran
serta budaya yang anti-korupsi, sedangkan
Sisi yang Iain pemberantasan bermakna
untuk melakukan tindakan yang dianggap
perlu untuk memberikan efek jera kepada
pelaku korupsi agar tidak mengulangi
perbuatannya.
Setelah sempat berjalan pada Sisi
pemberantasan korupsi selama periode awal
berdiri berdasarkan amanat dari Undangundang No 30 Tahun 2002, Komisi
Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut
"KPK"), bertugas secara professional, intensif dan berkesinambungan. KPK dapat
berperan sebagai lembaga yang independen,
yang menjaga jarak dengan semua pihak, dan
kekuasaan manapun.
Pada dasarnya KPK dibentuk untuk
memberikan trigger mechanism, yakni
mendorong atau menjadi stimulus agar upaya
pemberantasan korupsi oleh lembaga yang
telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif
dan efisien1
Fungsi pemberantasan korupsi dari
KPK cenderung dominan, karena
ketidakpercayaan masyarakat terhadap
seluruh penegak hukum yang ada, pasca orde
baru dan masyarakat memberikan harapan
besar kepada KPK sebagai solusi dari
penegakan hukum atas korupsi, yang
berdasarkan persepsi masyarakat, tidak berjalan. Buruknya persepsi masyarakat
terhadap aparat penegak hukum dapat dilihat
pada beberapa survey yang dilakukan Oleh
Lembaga Survey Indonesia (LSI) maupun
Transparansi Internasional Indonesia (T Il).
Persepsi buruk tersebut terutama atas dua hal,
yakni penanganan dan pencegahan korupsi
di internal serta independensi penegak hukum
dari politik, dan pengusaha sangat rendah.2
Bahkan berdasarkan sejumlah pengukuran,
indeks Indonesia untuk Corruption
Perception Index pada periode 2015-2019
cenderung stagnan, dan tidak pernah
melewati angka 40, dari angka 50 yang
ditargetkan. Sesuai dengan prinsip trigger mechanism di atas, KPK dibentuk bukan
dalam rangka mengambil alih tugas
pemberantasan korupsi dari lembaga yang
sudah ada, harapan besar masyarakat inilah
yang menjadi modal dasar dalam aktivitas
pemberantasan korupsi pada periode tersebut.
Hal ini mempertegas bahwa upaya positif
yang sudah dilakukan untuk melakukan
pemberantasan dan pencegahan korupsi, serta
adanya kemudahan usaha, perhatian terhadap
sejumlah korupsi di sektor swasta, korupsi
politik dan korupsi penegakan hukum
merupakan ancaman yang nyata bagi
implementasi budaya anti-korupsi di
Indonesia.

Published
2024-08-05